Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan (K3) dalam Bekerja

Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan dalam Bekerja

 

A. Pengertian Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja

1. Keamanan Kerja. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril.

a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai berikut.

1) Baju kerja

2) Helm

3) Kaca mata

4) Sarung tangan

5) Sepatu

b. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai berikut.

1) Buku petunjuk penggunaan alat

2) Rambu-rambu dan isyarat bahaya.

3) Himbauan-himbauan

4) Petugas keamanan

2. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.

3. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.

b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

c) Teliti dalam bekerja

d) Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.

Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :

1. Mesin

2. Alat angkutan

3. Peralatan kerja yang lain

4. Bahan kimia

5. Lingkungan kerja

6. Penyebab yang lain

 

Undang-undang Keselamatan Kerja

UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.

Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan.

Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja. Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:

a. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.

b. Adanya tenaga kerja, dan

c. Ada bahaya di tempat kerja.

UUKK bersifat preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini, diharapkan kecelakaan kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang membedakan dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya. UUKK bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja untuk mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.

 

B. Kecelakaan Akibat Kerja

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Begitu juga kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Jadi, kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Kecelakaan pada saat melakukan pekerjaan.

2. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan.

3. Kecelakaan di perjalanan (saat pergi ke tempat kerja dan saat pulang ke rumah).

Sementara itu, Gunawan dan Waluyo (2015) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu peristiwa yang tidak direncanakan dan diinginkan yang dapat mengganggu proses produksi/operasi, mengakibatkan kerusakan aset, mencederai manusia, dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. kecelakaan yang berhubungan

Suatu kecelakaan termasuk dengan pekerjaan jika memenuhi empat kriteria berikut.

1. Kecelakaan terjadi di tempat kerja.

2. Adanya perintah kerja dari atasan untuk melakukan pekerjaan.

3. Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan.

4. Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam kerja atas izin atau sepengetahuan perusahaan.

 

1. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Australian Standard 1885, kecelakaan kerja adalah suatu proses atau keadaan yang mengakibatkan cedera atau penyakit akibat kerja. Penting bagi perusahaan untuk mengetahui klasifikasi kecelakaan kerja yang berpotensi terjadi. Hal ini bertujuan memudahkan perusahaan dalam mengidentifikasi proses alami suatu kejadian kecelakaan kerja, seperti di mana kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau material yang digunakan oleh karyawan. Oleh karena itu, penerapan kode-kode kecelakaan kerja akan sangat membantu proses investigasi dalam menginterpretasikan informasi-informasi tersebut.

Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode- kode kecelakaan kerja. Salah satunya adalah Australian Standard 1885.1 tahun 1990. Berdasarkan standar tersebut, pembagian kode yang digunakan untuk mengklasifikasikan cedera/sakit akibat kecelakaan kerja adalah sebagai berikut.

a. Jatuh dari atas ketinggian.

b. Jatuh dari ketinggian yang sama.

c. Menabrak objek dengan bagian tubuh.

d. Terpajan oleh getaran mekanik.

e. Tertabrak oleh objek yang bergerak.

f. Terpajan oleh suara keras tiba-tiba.

g. Terpajan oleh suara yang lama.

h. Terpajan tekanan yang bervariasi.

i. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah.

j. Otot tegang lainnya.

k. Kontak dengan listrik.

L. Kontak atau terpajan dengan suhu dingin atau panas.

m. Terpajan radiasi.

n. Kontak tunggal dengan bahan kimia.

o. Kontak jangka panjang dengan bahan kimia.

p. Kontak lainnya dengan bahan kimia.

q. Kontak atau terpajan dengan faktor penyebab penyakit dari golongan biologis seperti bakteri dan virus.

r. Terpajan faktor stres mental.

S. Longsor atau runtuh.

t. Kecelakaan kendaraan/mobil.

u. Mekanisme cedera berganda atau banyak.

V. Mekanisme cedera yang tidak spesifik.

 

a. Cedera akibat kecelakaan kerja

Cedera adalah kondisi patah, retak, tercabik, dan sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Lobor Statistics, US Department of Labor (2008) menyatakan, tubuh yang terkena cedera dan sakit terbagi menjadi bagian-bagian berikut.

1) Kepala: mata.

2) Leher.

3) Batang tubuh: bahu dan punggung.

4) Alat gerak atas: lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, dan jari tangan.

5) Alat gerak bawah: lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, dan jari kaki.

6) Sistem tubuh.

7) Banyak bagian.

Tujuan menganalisis cedera atau sakit yang mengenai anggota tubuh yang spesifik adalah membantu perusahaan mengembangkan program untuk mencegah terjadinya cedera karena kecelakaan. Contohnya, dengan adanya kejadian cedera mata, perusahaan memberlakukan aturan penggunaan kacamata pelindung. Selain itu, kegiatan analisis cedera juga bisa digunakan untuk mencari tahu penyebab alami terjadinya cedera karena kecelakaan kerja.

 

b. Klasifikasi cedera akibat kecelakaan kerja

Jenis cedera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cedera akibat kecelakaan. Berikut adalah

pengelompokan jenis cedera berdasarkan tingkat keparahannya. 1) Cedera fatal (fatality), yaitu kecelakaan kerja yang

mengakibatkan seseorang meninggal dunia.

2) Cedera yang menyebabkan hilangnya waktu kerja (loss time injury), yaitu kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat permanen atau kehilangan hari kerja selama satu hari atau lebih.

3) Cedera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (loss time day), yaitu kecelakaan kerja yang mengakibatkan karyawan tidak bisa masuk kerja.

4) Tidak mampu bekerja atau bekerja dengan terbatas (restricted duty), yaitu kecelakaan kerja yang mengakibatkan karyawan mengalami perubahan bagian, jadwal, atau pola kerja.

5) Cedera dirawat di rumah sakit (medical treatment injury), yaitu kecelakaan kerja yang mengakibatkan seseorang harus dirawat inap di rumah sakit atau rawat jalan dengan pengawasan dokter.

6) Cedera ringan (first aid injury), yaitu cedera ringan akibat kecelakaan kerja yang ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat. Contohnya adalah luka lecet dan cedera mata karena kemasukan debu.

 

2. Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja dibagi tiga, yaitu faktor manusia, alat, dan lingkungan kerja. Berikut penjelasan ketiga faktor tersebut.

a. Faktor manusia

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, 80-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini meliputi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut.

1) Pendidikan

Latar belakang pendidikan banyak memengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung berpikir lebih panjang dan cermat dalam melakukan tindakan atau suatu pekerjaan. Mereka cenderung lebih memperhatikan segi keamanan dan keselamatan. Lain halnya dengan orang yang kurang berpendidikan. Mereka cenderung bertindak ceroboh. Contohnya, mereka melakukan pekerjaan yang berisiko tinggi, tetapi tidak memakai alat pelindung diri dengan benar. Hal ini tentu dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

2) Kondisi psikologis

Kondisi psikologis seseorang sangat memengaruhi konsentrasi saat bekerja. Konsentrasi yang terganggu akan memengaruhi pilihan dan jalannya tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang ketika bekerja. Dengan demikian, kecelakaan kerja akan sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat memengaruhi konsentrasi, yaitu:

a) suasana kerja yang tidak kondusif,

b) dimarahi atasan,

c) adanya pertengkaran dengan teman sekerja,

d) masalah-masalah di rumah yang terbawa ke tempat kerja, dan

e) kurang refreshing.

3) Pengalaman kerja

Selain pendidikan dan kondisi psikologis karyawan, pengalaman juga sangat dibutuhkan ketika melakukan suatu pekerjaan. Kurangnya pengalaman (kurang jam terbang) dalam melakukan suatu pekerjaan tentu dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh, seseorang yang kurang berpengalaman dalam mengoperasikan mesin-mesin operasi memiliki risiko kecelakaan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang sudah berpengalaman. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman orang tersebut mengenai SOP (Standard Operating Procedure) pengoperasian dan prosedur K3.

4) Kondisi fisik

Kondisi fisik sangat memengaruhi tingkat konsentrasi dan motivasi kerja. Contoh kondisi fisik yang dapat memicu kecelakaan kerja adalah lemah atau lesu, kelelahan, mengantuk, dan sakit.

b. Faktor alat

Kondisi mesin dan peralatan kerja dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Peralatan-peralatan tua yang fungsinya sudah tidak optimal lagi tentu dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki jadwal pemeriksaan serta pemeliharaan peralatan dan mesin operasi yang teratur.

c. Faktor lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja setiap instansi atau perusahaan tentu saja tidak sama. Lingkungan kerja yang tidak aman dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja. Berikut contoh lingkungan kerja yang dapat memicu kecelakaan kerja.

1) Jenis lantai terlalu licin sehingga karyawan mudah terpeleset. 2) Kurangnya pencahayaan sehingga ruang kerja cenderung

gelap atau remang-remang.

3) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.

4) Ventilasi udara yang kurang memadai sehingga ruang kerja menjadi kotor, berdebu, dan berbau tidak sedap.

5) Tata letak tempat kerja dan penyimpanan barang-barang berbahaya kurang memperhatikan petunjuk keamanan.

6) Kotoran dan limbah dibuang tidak pada tempatnya.

7) Adanya peralatan rusak yang cenderung diabaikan.

3. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dapat menyebabkan berbagai macam kerugian, baik dari segi fisik maupun materi. Berikut adalah jenis-jenis kerugian fisik yang disebabkan kecelakaan kerja.

a. Kerusakan

Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan kerusakan terhadap komponen mesin, bangunan, alat kerja, bahan baku, serta tempat dan lingkungan kerja.

b. Kekacauan organisasi

Kecelakaan kerja dapat mengganggu konsentrasi karyawan lain, baik yang terlibat maupun tidak. Selain itu, kecelakaan kerja juga berpotensi menghambat penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Dengan demikian, produktivitas kerja ikut menurun.

c. Keluhan dan kesedihan

Kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh karyawan yang tertimpa musibah, tetapi juga keluarga serta rekan kerja korban. Mereka akan sedih melihat keluarga atau rekan kerjanya mengalami kecelakaan.

d. Kelainan dan cacat fisik

Kondisi kecelakaan kerja yang parah, misalnya tertimpa reruntuhan atau terjatuh dari tempat yang tinggi, berpotensi mengakibatkan luka-luka yang serius, bahkan kelainan dan cacat fisik pada korban yang bersangkutan. Hal ini tentu juga akan menjadi beban mental bagi korban.

e. Kematian

Selain berpotensi mengakibatkan cacat fisik, pekerjaan dengan tingkat risiko kecelakaan tinggi juga berpotensi mengakibatkan kematian bagi pekerjanya.

Sementara itu, kerugian materi berkaitan dengan biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan akibat kecelakaan kerja. Biaya- biaya tersebut dapat dibedakan menjadi biaya kerugian langsung dan tidak langsung.

a. Biaya kerugian langsung berkaitan dengan biaya-biaya yang harus dibayar langsung saat terjadi kecelakaan kerja. Contohnya adalah biaya perawatan pekerja, pembelian obat-obatan, perawatan rumah sakit, penggunaan angkutan, serta kompensasi cacat (asuransi).

b. Biaya kerugian tidak langsung berkaitan dengan biaya yang harus ditanggung akibat terhambat atau terlambatnya penyelesaian pekerjaan akibat kecelakaan. Contohnya adalah biaya perbaikan gedung, peralatan, dan mesin; kerugian atas kerusakan bahan- bahan produksi; penyewaan peralatan dan mesin produksi sementara; pengeluaran sarana dan prasarana darurat; lembur untuk kegiatan investigasi; biaya ekstra untuk pengawasan; pembayaran gaji untuk waktu kerja yang hilang; dan sebagainya.

Besarnya nilai kerugian yang disebabkan kecelakaan kerja dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, biaya kerugian akibat kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut. Bagian gunung es yang tampak di permukaan laut tentu lebih kecil daripada ukuran gunung es sesungguhnya yang terletak di bawah permukaan laut. Sama halnya dengan kerugian akibat kecelakaan kerja. Kerugian yang tampak tentu lebih kecil daripada kerugian seluruhnya yang harus ditanggung perusahaan.

4. Upaya Perlindungan terhadap Kecelakaan Kerja

Upaya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan, dan rehabilitatif atau pemulihan.

a. Preventif atau pencegahan

Preventif atau pencegahan adalah tindakan mengendalikan atau menghambat sumber-sumber bahaya yang ada di tempat kerja sehingga dapat meminimalisasi potensi kecelakaan kerja. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Substitusi, yaitu mengganti alat/sarana yang berbahaya dengan alat/sarana yang kurang atau tidak berbahaya.

2) Mengisolasi atau mengunci sumber bahaya menggunakan peralatan khusus.

3) Mengendalikan sumber-sumber bahaya secara teknis.

4) Menggunakan alat pelindung diri perorangan, seperti pelindung mata (eye protection), pelindung kepala (safety hat and cap), masker (gas respirator atau dust respirator), dan sebagainya.

5) Memberi petunjuk dan peringatan yang jelas di tempat kerja. 6) Memberikan pelatihan dan pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Kuratif atau pengobatan/penyembuhan

Kuratif atau pengobatan adalah tindakan pengobatan atau penyembuhan ketika terjadi kecelakaan kerja. Langkah-langkah pengobatan atau penyembuhan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Merespons kecelakaan kerja dengan tanggap.

2) Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

3) Merujuk korban ke rumah sakit.

4) Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai ketentuan dokter.

c. Rehabilitatif atau pemulihan

Tindakan rehabilitatif atau pemulihan bertujuan mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya sesuai dengan kemampuannya. Tindakan rehabilitatif akibat kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut.

1) Fisioterapi.

2) Konsultasi psikologis atau rehabilitasi mental.

3) Rehabilitasi kerja.

 

C. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses, dan lingkungan kerja. Penyakit tersebut dapat mengganggu kesehatan jasmani dan rohani. Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit artifisial atau penyakit yang disebabkan oleh perbuatan manusia (man made disease). Penyakit akibat kerja sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran serta kualitas dan keterampilan pekerja. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah disediakan. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Jika seseorang mengalami sakit dalam bekerja, hal tersebut tidak hanya berdampak pada dirinya, tetapi juga keluarga dan lingkungan kerja.

 

1. Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Terdapat beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja yang umum terjadi di tempat kerja. Faktor penyebab tersebut digolongkan ke dalam lima jenis berikut.

a. Golongan fisik

Penyebab penyakit akibat kerja yang termasuk golongan fisik adalah sebagai berikut.

1) Suara yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.

2) Radiasi, bisa berupa radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Contoh radiasi pengion adalah radiasi yang berasal dari bahan-bahan radioaktif yang dapat menyebabkan penyakit pada sistem darah dan kulit. Sementara itu, contoh radiasi non-pengion adalah radiasi elektromagnetik yang berasal dari peralatan yang menggunakan listrik. Ada pula radiasi sinar inframerah yang dapat mengakibatkan katarak pada lensa mata, dan radiasi sinar ultraviolet (UV) yang dapat mengakibatkan konjungtivitis.

3) Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan demam tinggi (hyperpyrexia), sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan radang dingin (frostbite).

4) Tekanan yang tinggi, yaitu menyebabkan penyakit dekompresi (caisson disease).

5) Pencahayaan lampu yang kurang terang atau terlalu silau. Dalam hal ini, pencahayaan lampu yang kurang terang dapat menyebabkan kelainan pada indra penglihatan, sedangkan pencahayaan lampu yang terlalu silau dapat menyebabkan ketegangan pada mata, kelelahan, sakit kepala, stres, bahkan meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan. Untuk mencegah penyakit akibat kerja yang timbul dari pencahayaan yang buruk, Grandjean (1980) menyarankan desain pencahayaan sebagai berikut.

a) Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan pekerja.

b) Hindari penggunaan cat mengilap pada mesin-mesin, meja, kursi, dan tempat kerja.

c) Hindari pemasangan lampu fluoresen yang tegak lurus dalam garis penglihatan.

Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebab penyakit akibat kerja dari golongan fisik.

1) Mengendalikan cahaya di ruang laboratorium.

2) Mengatur ventilasi dan menyediakan air minum yang cukup memadai.

3) Menurunkan getaran dengan bantalan antivibrasi.

4) Mengatur jadwal kerja yang sesuai.

5) Menggunakan pelindung mata.

6) Menggunakan filter untuk mikroskop.

b. Golongan kimiawi

Penyebab penyakit akibat kerja yang termasuk golongan kimiawi adalah sebagai berikut.

1) Debu yang dapat menyebabkan penyakit pneumokoniosis, seperti penyakit silikosis, bisinosis, asbestosis, dan antrakosis, (penyakit akibat penimbunan debu di dalam paru-paru).

2) Uap yang dapat menyebabkan keracunan gas (metal fume fever), misalnya keracunan gas CO,H,S

3) Larutan yang dapat menyebabkan penyakit kulit dermatitis.

4) Awan atau kabut, misalnya racun serangga dan racun jamur yang dapat menimbulkan keracunan.

Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebab penyakit akibat kerja dari golongan kimiawi.

1) Merekapitulasi Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) atau Material Safety Data Sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada agar diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.

c. Golongan biologis

Penyebab penyakit akibat kerja yang termasuk golongan biologis adalah bakteri, virus (contohnya menyebabkan rabies dan hepatitis), parasit (contohnya menyebabkan infeksi cacing tambang atau cacing parasit), dan jamur (contohnya menyebabkan tetanus). Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebab penyakit akibat kerja dari golongan biologis.

1) Memberikan pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan disinfeksi kepada seluruh pekerja.

2) Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum mulai bekerja. Hal ini bertujuan memastikan pekerja dalam keadaan sehat, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan telah diimunisasi.

3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktik yang benar (good loboratory practice).

4) Menggunakan disinfektan dengan benar.

5) Melakukan sterilisasi dan disinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar

6) Mengelola limbah infeksius dengan benar.

7) Menggunakan kabinet dengan tingkat keamanan biologis yang maksimal.

8) Menjaga kebersihan diri petugas.

d. Golongan fisiologis atau ergonomis

Penyebab penyakit akibat kerja yang termasuk golongan fisiologis adalah kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, desain tempat kerja, beban kerja, cara kerja, sikap badan, serta aktivitas lain yang dapat menimbulkan kelelahan fisik, bahkan perubahan fisik tubuh pekerja. Dampak kesalahan-kesalahan tersebut terhadap tubuh pekerja adalah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas atau perubahan struktur tulang, dislokasi, dan kecelakaan kerja lainnya.

Untuk meminimalisasi penyakit kerja akibat faktor fisiologis tersebut, perusahaan dapat menerapkan pendekatan dalam ilmu ergonomi, yaitu pendekatan fit the job to the man. Pendekatan ini berfokus pada desain tugas, peralatan, dan kondisi kerja yang sesuai dengan karakteristik fisik dan psikologis seseorang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan sumber daya pekerja yang ada melalui peningkatan kondisi kerja yang memadai.

e. Golongan psikologis

Penyebab penyakit akibat kerja yang termasuk golongan psikologis adalah stres psikologis dan depresi. Berikut contoh faktor-faktor psikologis yang dapat menyebabkan stres.

1) Beban kerja yang berlebihan.

2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau antarsesama teman kerja.

4) Beban mental karena menjadi figur contoh atau panutan bagi mitra kerja, baik di sektor formal maupun informal.

 

2. Macam – Macam Penyakit Akibat Kerja

Berikut adalah macam-macam penyakit akibat kerja yang umum terjadi.

a. Penyakit silikosis

Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas (SiO₂) yang terhirup masuk ke paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda), dan lain sebagainya. Selain itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi dan timah putih, serta tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi (tersebar) ke udara bersama dengan partikel lainya, seperti debu alumina serta oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Oleh karena itu, tempat kerja yang potensial tercemar debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja yang ketat sebab belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit silikosis.

b. Penyakit asbestosis

Penyakit asbestosis disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, tetapi yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik atau industri yang menggunakan asbes, seperti pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes, dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke paru-paru akan mengakibatkan sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Setelah itu, ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar atau melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak, akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Oleh karena itu, pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti oleh kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar tidak menimbulkan penyakit asbestosis.

c. Penyakit bisinosis

Penyakit bisinosis disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terisap ke dalam paru- paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, serta perusahaan atau gudang kapas. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar lima tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis adalah sesak napas dan dada terasa berat, terutama pada hari Senin (hari awal kerja pada setiap minggu). Biasanya, gejala bisinosis yang sudah lanjut atau berat diikuti dengan penyakit bronkitis kronis, bahkan emfisema (penyakit kronis akibat kerusakan pada alveolus, yaitu kantong udara kecil pada paru-paru).

d. Penyakit antrakosis

Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya diderita oleh pekerja tambang batu bara atau pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batu bara, seperti pengumpan batu bara pada tanur besi, lokomotif, dan kapal laut bertenaga batu bara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batu bara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, silikoantrakosis, dan tuberkolo- silikoantrakosis.

e. Penyakit beriliosis

Penyakit beriliosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasofaringitis, bronkitis, dan pneumonitis (radang paru-paru) yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium dan tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pekerja pada pabrik pembuatan tabung radio, dan pekerja pengolah bahan penunjang industri nuklir.

batuk-batuk yang disertai dahak. Setelah itu, ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar atau melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak, akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Oleh karena itu, pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti oleh kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar tidak menimbulkan penyakit asbestosis.

c. Penyakit bisinosis

Penyakit bisinosis disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terisap ke dalam paru- paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, serta perusahaan atau gudang kapas. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar lima tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis adalah sesak napas dan dada terasa berat, terutama pada hari Senin (hari awal kerja pada setiap minggu). Biasanya, gejala bisinosis yang sudah lanjut atau berat diikuti dengan penyakit bronkitis kronis, bahkan emfisema (penyakit kronis akibat kerusakan pada alveolus, yaitu kantong udara kecil pada paru-paru).

d. Penyakit antrakosis

Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya diderita oleh pekerja tambang batu bara atau pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batu bara, seperti pengumpan batu bara pada tanur besi, lokomotif, dan kapal laut bertenaga batu bara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batu bara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, silikoantrakosis, dan tuberkolo- silikoantrakosis.

e. Penyakit beriliosis

Penyakit beriliosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasofaringitis, bronkitis, dan pneumonitis (radang paru-paru) yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium dan tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pekerja pada pabrik pembuatan tabung radio, dan pekerja pengolah bahan penunjang industri nuklir.

 

D. Mengidentifikasi Bahaya di Lingkungan Kerja

Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem, seperti peralatan, tempat kerja, proses kerja, prosedur, dll.

Penilaian risiko adalah proses penilaian suatu risiko dengan membandingkan tingkat/kriteria risiko yang telah ditetapkan untuk menentukan prioritas pengendalian bahaya yang sudah diidentifikasi.

Sesuai ISO 45001:2018, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan pengurus dan pekerja dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di antaranya:

· Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja

· Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor, pemasok, pengunjung, dan tamu

· Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya

· Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja

· Bahaya yang timbul di tempat kerja, meliputi:

KATEGORI A

KATEGORI B

KATEGORI C

KATEGORI D

Potensi bahaya yang menimbulkan risiko jangka panjang pada kesehatan.

Potensi bahaya yang menimbulkan risiko langsung pada keselamatan.

Risiko terhadap kesejahteraan atau kesehatan sehari-hari.

 

Potensi bahaya yang menimbulkan risiko pribadi dan psikologis.

 

· Bahaya kimia (debu, uap, gas, asap)

· Bahaya biologis (penyakit dan gangguan oleh virus, bakteri, binatang dsb.)

· Bahaya fisik (kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, terpeleset, tersandung, dan jatuh)

· Bahaya ergonomi (posisi duduk, pekerjaan berulang-ulang, jam kerja yang lama)

· Potensi bahaya lingkungan yang diakibatkan oleh polusi/limbah yang dihasilkan perusahaan.

· Kebakaran

· Listrik

· Potensi bahaya mekanik (tidak adanya pelindung mesin)

· Tata graha/ housekeeping (penataan dan perawatan buruk pada peralatan dan lingkungan kerja)

 

· Air Minum

· Toilet dan fasilitas mencuci

· Ruang makan atau kantin

· P3K di tempat kerja

· Transportasi

· Pelecehan, termasuk intimidasi dan pelecehan seksual

· Terinfeksi HIV/AIDS

· Kekerasan di tempat kerja

· Stres

· Narkoba di tempat kerja

 

E. Menerapkan Prosedur K3 dalam Bekerja

1. Rambu-Rambu Keselamatan Kerja

Rambu-rambu keselamatan kerja adalah tanda atau simbol yang digunakan untuk memberikan informasi, peringatan, atau petunjuk terkait keselamatan di lingkungan kerja. Rambu-rambu ini membantu mencegah kecelakaan dan memastikan bahwa pekerja memahami risiko yang ada di area kerja. Ada beberapa jenis rambu-rambu keselamatan kerja:

· Rambu Peringatan: Memberikan peringatan tentang bahaya atau risiko tertentu, seperti "Hati-hati, permukaan licin" atau "Peringatan: Area berbahaya".

· Rambu Larangan: Mengindikasikan tindakan yang tidak boleh dilakukan, seperti "Dilarang merokok" atau "Jangan memasuki area terlarang".

· Rambu Petunjuk: Memberikan arahan atau informasi penting, seperti "Pintu Darurat" atau "Tempat Pertolongan Pertama".

· Rambu Kewajiban: Menunjukkan tindakan yang harus dilakukan, seperti "Wajib mengenakan APD" atau "Harus menggunakan helm keselamatan".

2. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi pekerja dari berbagai bahaya di tempat kerja. Penggunaan APD yang tepat membantu mengurangi risiko cedera atau penyakit akibat kerja. Beberapa jenis APD yang umum digunakan meliputi:

· Helm: Melindungi kepala dari benturan atau benda jatuh.

· Kacamata Pelindung: Melindungi mata dari debu, bahan kimia, atau partikel terbang.

· Masker atau Respirator: Melindungi saluran pernapasan dari bahan berbahaya atau partikel udara.

· Sarung Tangan: Melindungi tangan dari bahan kimia, potongan, atau luka.

· Sepatu Pelindung: Melindungi kaki dari benda berat atau tajam yang dapat menyebabkan cedera.

· Pelindung Telinga: Mengurangi paparan kebisingan yang berlebihan.

· Pakaian Pelindung: Seperti jas lab atau baju pelindung, digunakan untuk melindungi tubuh dari bahan kimia atau suhu ekstrem.

 

F. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) adalah upaya pemberian pertolongan serta perawatan sementara kepada korban kecelakaan sebelum mendapat penanganan lebih lanjut oleh dokter atau paramedis. Jadi, pertolongan pertama bukanlah tindakan pengobatan agar korban sembuh dari penyakit yang dialami. Namun, pertolongan pertama dilakukan untuk mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis. Tujuan tindakan pertolongan pertama adalah sebagai berikut.

1. Menyelamatkan nyawa korban.

2. Meringankan penderitaan korban.

3. Mencegah cedera atau penyakit menjadi lebih parah.

4. Mempertahankan daya tahan korban.

Dalam melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

1. Jangan panik, bertindaklah cekatan, tenang, dan jangan menganggap enteng luka yang diderita korban.

2. Perhatikan pernapasan korban. Jika perlu, berikan pernapasan buatan. Dalam hal ini, tubuh manusia tidak dapat bertahan lama tanpa oksigen. Dengan bernapas, manusia dapat menghirup oksigen. Oleh karena itu, tindakan awal dalam kondisi darurat adalah mengecek pernapasan korban.

3. Hentikan pendarahan, terutama luka luar yang lebar.

4. Perhatikan tanda-tanda syok.

5. Jangan terburu-buru memindahkan korban sebelum mengetahui jenis dan keparahan luka yang dialami korban.

Terdapat beberapa kasus kecelakaan kerja yang sering terjadi dan membutuhkan tindakan darurat. Jika tidak ditolong pada saat itu juga, keselamatan korban akan terancam. Kasus-kasus yang sering terjadi pada keadaan gawat darurat, yaitu pingsan, syok, pendarahan, patah tulang, luka bakar, tersengat arus listrik, dan kebakaran.

 

G. Standar Penampilan Pribadi

1. Memelihara Personal Hygiene

Personal hygiene atau kebersihan diri adalah bagian penting dari penampilan pribadi dan profesional. Berikut adalah beberapa aspek utama yang perlu diperhatikan:

· Pentingnya Kebersihan Tubuh: Kebersihan tubuh yang baik melibatkan mandi secara rutin untuk menjaga kulit dan rambut tetap bersih. Hal ini juga penting untuk menghindari bau badan yang tidak sedap. Penggunaan deodoran dan antiperspirant dapat membantu mengontrol bau badan.

· Perawatan Gigi dan Mulut: Menjaga kesehatan mulut yang baik sangat penting. Ini termasuk menyikat gigi dua kali sehari, menggunakan benang gigi, dan melakukan pemeriksaan gigi secara rutin. Nafas yang segar meningkatkan kepercayaan diri dan citra profesional.

· Perawatan Rambut: Rambut harus dicuci secara rutin, dipotong dengan teratur, dan dirapikan sesuai dengan standar profesional. Penggunaan produk rambut yang sesuai juga dapat membantu menjaga kesehatan dan penampilan rambut.

· Perawatan Kuku: Kuku harus dipotong dan dirawat dengan baik. Kuku yang bersih dan rapi adalah tanda perawatan diri yang baik. Hindari kuku yang panjang atau cacat karena dapat memberikan kesan kurang profesional.

· Penggunaan Pakaian Bersih: Pastikan pakaian selalu bersih dan bebas dari noda. Pakaian yang bersih dan rapi mencerminkan profesionalisme dan perhatian terhadap detail.

2. Memelihara Presentasi atau Penampilan Pribadi

Penampilan pribadi tidak hanya mencakup kebersihan tubuh, tetapi juga bagaimana seseorang mempresentasikan diri di lingkungan kerja. Berikut beberapa poin penting:

· Kepatuhan Terhadap Kode Pakaian: Patuhi dress code atau kode pakaian yang ditetapkan oleh perusahaan. Kode pakaian mungkin bervariasi dari formal hingga kasual, tergantung pada budaya dan jenis pekerjaan.

· Pakaian yang Sesuai: Pilih pakaian yang sesuai dengan posisi dan peran Anda. Untuk lingkungan kerja formal, pilih pakaian yang sopan, bersih, dan rapi. Untuk lingkungan yang lebih santai, pastikan pakaian tetap profesional dan sesuai dengan standar perusahaan.

· Penataan dan Kerapian: Pastikan pakaian dalam keadaan rapi tanpa kerutan dan sepatu dalam keadaan bersih dan terawat. Gunakan aksesoris yang sesuai dan tidak berlebihan.

· Gaya Rambut: Rambut harus disisir dengan baik dan dalam gaya yang sesuai dengan lingkungan kerja. Hindari gaya rambut yang terlalu mencolok atau tidak rapi.

· Berperilaku Sopan dan Profesional: Penampilan tidak hanya melibatkan aspek fisik, tetapi juga cara berperilaku. Berbicara dengan sopan, menghindari bahasa yang kasar, dan menunjukkan sikap yang baik adalah bagian dari presentasi pribadi yang profesional.

 

H. Prosedur Tanggap Darurat di Lingkungan Kerja

1. Perlengkapan Tanggap Darurat

Perlengkapan tanggap darurat adalah alat dan sumber daya yang diperlukan untuk menangani situasi darurat dengan cepat dan efektif. Beberapa perlengkapan tanggap darurat yang umum meliputi:

· Kotak P3K: Berisi perlengkapan medis dasar untuk menangani luka ringan, seperti plester, antiseptik, perban, dan obat-obatan dasar.

· Alat Pemadam Kebakaran: Termasuk alat pemadam api, selang kebakaran, dan kotak alat pemadam. Ini penting untuk mengatasi kebakaran kecil sebelum menjadi lebih besar.

· Alarm Darurat dan Sistem Peringatan: Sistem alarm kebakaran, pengumuman darurat, dan sistem peringatan lain untuk memberi tahu semua orang tentang situasi darurat.

· Rambu Evakuasi dan Peta Evakuasi: Rambu yang menunjukkan jalur evakuasi dan peta evakuasi yang memperlihatkan rute keluar dan titik kumpul di luar gedung.

· Perlengkapan Penyelamatan: Seperti tangga, masker gas, dan alat perlindungan diri lainnya sesuai dengan jenis bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja.

2. Prosedur Keadaan Darurat

Prosedur keadaan darurat adalah langkah-langkah yang harus diambil untuk memastikan keselamatan dan keamanan dalam situasi darurat. Beberapa prosedur umum meliputi:

· Evakuasi: Mengetahui rute evakuasi yang telah ditetapkan dan titik kumpul yang aman. Semua karyawan harus familiar dengan peta evakuasi dan jalur keluar. Latihan evakuasi harus dilakukan secara berkala.

· Penggunaan Alarm: Segera aktifkan alarm darurat jika terdeteksi bahaya seperti kebakaran atau kebocoran gas. Ikuti instruksi yang diberikan oleh sistem alarm.

· Penanganan Kebakaran: Gunakan alat pemadam kebakaran hanya jika aman untuk melakukannya dan jika api masih kecil. Jika api tidak dapat dipadamkan dengan cepat, segera evakuasi dan hubungi pemadam kebakaran.

· Pertolongan Pertama: Berikan pertolongan pertama kepada korban jika diperlukan dan jika Anda memiliki pelatihan untuk melakukannya. Hubungi layanan medis darurat untuk bantuan lebih lanjut.

· Laporan Keadaan Darurat: Laporkan kejadian darurat kepada pihak berwenang atau manajemen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang diambil dan hasilnya.

· Latihan dan Pelatihan: Semua karyawan harus mendapatkan pelatihan mengenai prosedur tanggap darurat dan perlengkapan yang ada. Latihan berkala membantu memastikan bahwa semua orang tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi darurat.

Komentar

Postingan Populer